Senin, 13 Juni 2011

Psikologi Perkembangan Remaja

Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan   tahun.
Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11   hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan   biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001).
Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan sosial.

Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja
Perkembangan fisik
Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).

Perkembangan Kognitif 
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan   bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001).
Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir   secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.
Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).
Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia & Olds, 2001). Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain” (Papalia dan Olds, 2001). Elkind (dalam Beyth-Marom et al., 1993; dalam Papalia & Olds, 2001) mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fabel.
Personal fabel adalah "suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri, tetapi [cerita] itu tidaklah benar" . Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya. Papalia dan Olds (2001) dengan mengutip Elkind menjelaskan “personal fable” sebagai berikut :
“Personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam. Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri   [self-destructive] oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil [karena perilaku seksual yang dilakukannya], atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya [saat mengendarai mobil], atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang [drugs] berpikir bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya”.
Pendapat Elkind bahwa remaja memiliki semacam perasaan invulnerability yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan kutipan yang populer dalam penjelasan berkaitan perilaku berisiko yang dilakukan remaja (Beyth-Marom, dkk., 1993). Umumnya dikemukakan bahwa remaja biasanya dipandang memiliki keyakinan yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.
Beyth-Marom, dkk (1993) kemudian membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun orang dewasa memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang berisiko merusak diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya derajat yang sama antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability. Dengan demikian, kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan orang dewasa adalah sama.

Perkembangan kepribadian dan sosial
Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).
Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat.   Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk   menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).
Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi   utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).

Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.
  1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus        lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
  2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
  3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan        orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
  4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
  5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

Tugas perkembangan remaja 
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain   :
  • memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan
  • memperoleh peranan sosial
  • menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
  • memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
  • mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
  • memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
  • mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga
  • membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup
Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001).
Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.


Sumber Pustaka

Aaro, L.E. (1997). Adolescent lifestyle. Dalam A. Baum, S. Newman J. Weinman,   R. West and C. McManus (Eds). Cambridge Handbook of Psychology, Health and Medicine (65-67). Cambridge University Press, Cambridge.
Beyth-Marom, R., Austin, L., Fischhoff, B., Palmgren, C., & Jacobs-Quadrel, M. (1993). Perceived consequences of risky behaviors: Adults and adolescents. Journal   of Developmental Psychology, 29(3), 549-563
Conger, J.J. (1991). Adolescence and youth (4th ed). New York: Harper Collins
Deaux, K.,F.C,and Wrightman,L.S. (1993). Social psychology in the ‘90s (6th ed.). California : Brooks / Cole Publishing Company.
Gunarsa, S.D. (1988). Psikologi remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Gunarsa, S.D. (1990). Dasar dan teori perkembangan anak. Jakarta: BPK Gunung   Mulia.
Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGraw-Hill.
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent development. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha.
Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. (1991) Psikologi perkembangan : Pengantar dalam berbagai bagiannya (cetakan ke-7). Yogya: Gajah Mada University Press.
Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th   ed.). Boston: McGraw-Hill

Rabu, 01 Juni 2011

DETEKSI DINI KANKER ENDOMETRIUM


A.    Pengertian Kanker Endometrium
Kanker endometrium adalah jaringan atau selaput lender rahim yang tumbuh di luar rahim. Padahal, seharusnya jaringan endometrium melapisi dinding rahim.
Kanker endometrium tumbuh pada ovarium, tuba falopii, dan saluran menuju vagina. Kanker ini bukan merupakan penyakit akibat hubungan seksual. Wanita muda maupun yang sudah tua dapat terkena penyakit ini. Walaupun pada umumnya yang terserang wanita yang sudah tua.
Tumbuhnya jaringan endometrium di luar rahim kemungkinan disebabkan oleh darah menstruasi masuk kembali ke tuba falopii dengan membawa jaringan dari lapisan dinding rahim sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim. Kemungkinan lain adalah jaringan endometrium terbawa ke luar rahim melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
Kanker endometrium dalam perjalanan etiologinya didahului oleh proses prakanker yaitu hiperplasia endometrium. Hiperplasia endometrium yang atipik merupakan lesi prakanker dari kanker endometrium, sedangkan hiperplasia yang nonatipik saat ini dianggap bukan merupakan lesi prakanker kanker endometrium. Etiologi kanker endometrium masih belum jelas. Salah satu faktor adalah hormon estrogen. Kanker endometrium yang berhubungan dengan hormonal atau yang disebut “hormonal dependent” adalah kanker endometrium jenis endometrioid. Sedangkan kanker endometrium yang tidak dipengaruhi oleh faktor hormonal dikelompokan sebagai kanker endometrium yang non-endometrioid. Kanker endometrium yang non-endometrioid umumnya bersifat lebih ganas dibandingkan dengan yang jenis endometrioid. Hiperplasia endometrium yang atipik merupakan lesi prakanker endometrium jenis endometrioid (tipe 1).

B.     Epidemiologi
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab kanker endometrium, tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa rangsangan estrogen yang berlebihan dan terus menerus bisa menyebabkan kanker endometrium. Secara epidemiologi didapatkan beberapa faktor yang merupakan resiko terjadinya kanker endometrium. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a.       Obesitas atau kegemukan.
Memiliki resiko terkena kanker endometrium 2 – 20 kali dibanding wanita dengan berat badan normal. Obesitas merupakan faktor resiko yang dihubungkan dengan peningkatkan aromatisasi estrogen di jaringan lemak.
b.       Haid pertama (menarche).
Menarche sebelum usia 12 tahun memiliki resiko 1,6 kali lebih tinggi dibanding menarche setelah 12 tahun.
c.       Tidak pernah melahirkan.
Memiliki resiko terkena kanker endometrium lebih tinggi baik sudah menikah atau belum dibanding wanita yang pernah melahirkan. Penelitian menunjukkan bahwa 25% penderita kanker endometrium tidak pernah melahirkan anak (nulipara). Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa faktor ketidaksuburan(infertilitas) lebih berperan daripada jumlah melahirkan (paritas).
d.      Penggunaan estrogen.
Estrogen sering digunakan sebagai terapi sulih hormon. Peningkatan penggunaan hormon ini diikuti dengan meningkatnya resiko kanker endometrium.
e.       Hiperplasia endometrium.
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebihan dari jaringan selaput lendir rahim disertai peningkatan vaskularisasi akibat rangsangan estrogen yang berlebihan dan terus menerus. Disebut neoplasia endometrium intraepitel jika hiperplasia endometrium disertai sel-sel atipikal dan meningkatkan resiko menjadi kanker endometrium sebesar 23%.
f.        Diabetes mellitus (DM)
g.       Hipertensi
h.       Faktor lingkungan dan diet
i.         Riwayat keluarga
Ada kemungkinan terkena kanker endometrium, jika terdapat anggota keluarga yang  terkena kanker ini, meskipun prosentasenya sangat kecil.
j.         Tumor memproduksi estrogen
Adanya tumor yang memproduksi estrogen, misalnya tumor sel granulosa, akan meningkatkan angka kejadian kanker endometrium.
Faktor lainnya adalah faktor keluarga, faktor ini terkait dengan HNPCC (lynch II syndroma).
Gejala kanker endometrium
Beberapa gejala kanker endometrium adalah sebagai berikut :
  1. Rasa sakit pada saat menstruasi.
  2. Rasa sakit yang parah dan terus menerus pada perut bagian bawah, rasa sakit ini akan bertambah pada saat berhubungan seks.
  3. Sakit punggung pada bagian bawah.
  4. Sulit buang air besar atau diare.
  5. Keluar darah pada saat buang air kecil dan terasa sakit.
  6. Keputihan bercampur darah dan nanah.
  7. Terjadi pendarahan abnormal pada rahim.
Jika ditemukan gejala pendarahan yang abnormal, pendarahan setelah menopause atau keputihan yang tak kunjung sembuh, segera lakukan pemeriksaan sitologi selaput lendir rahim untuk mendeteksi adanya sel-sel atipik. Pemeriksaan lain yang bias dilakukan adalah USG transvagina untuk melihat ketebalan endometrium. (Sumber. buku Kanker Pada Wanita).

C.    Deteksi Dini Kanker Endometrium
Karena gejala awal berupa perdarahan, maka umumnya penderita lebih awal melakukan pemeriksaan sehingga sebagian besar penyakit ini diketahui pada stadium awal.
Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendeteksi kanker endometrium adalah:
1.       USG Vaginal
Deteksi kelainan endometrium berupa hiperplasia ataupun kanker endometrium dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi. Pemeriksaan USG dilakukan untuk melihat ketebalan dinding endometrium. Ketebalan endometrium dianggap normal pada wanita premenopause bila kurang dari 15 mm dan pada post menopause kurang atau sama dengan 5 mm. Dengan menggunakan standar tersebut didapatkan sensitivitas 83,3%, spesivitas 75,8%, positive prediktive value 23,8% dan negative prediktive value 98 %.


  1. Biopsi jaringan endometrium
Diagnosis karsinoma endometrium ditetapkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi jaringan endometrium yang di ambil dengan cara biopsi endometrium atau dengan cara dilatasi atau kuretase.
Biopsi endometrium merupakan prosedur diagnostik di poliklinik, prosedur ini relatif mudah dan murah. Tetapi tindakan ini harus disertai dengan kuret endoserviks. Bila hasil biopsi meragukan maka dapat dilakukan kuretase endometrium. Biopsi endometrium dapat dilakukan dengan bantuan alat endoram dan lain-lain. Prosedur klasik untuk mendiagnosi kanker endometrium adalah dengan dilatasi dan kuretase.
Dua tahapan kuretase yang dilakukan, kuretase endoserviks kemudian dilakukan dilatasi yang selanjutnya dilanjutkan dengan kuretase kavum uteri. Tindakan ini disebut sebagai kuretase bertingkat. Prosedur ini dilakukan dengan narkose, sehingga memrlukan biaya yang relativ mahal. Dilatasi dan kuretase mempunyai akurasi 78 % dibandingkan dengan spesimen histeretomi. Bila kanker endometrium telah ditetapkan maka langkah selanjutnya adalah menetapkan stadium klinik. Penetapan stadium klinik hanya untuk persiapan pembedahan. Stadium klinik bukan merupakan stadium pokok pada kanker endometrium karena stadium klimik tidak dapat mengetahui invasi myometrium, tidak dapat mengetahiu metastasis ke kelenjar getah bening, tidak dapat mengetahui metastasis organ intra abdominal ataupun metstasis ke cairan peritomneum. Dengan demikian kesalahan stadium klinik dalam menetapkan derajat penyebaran menjadi besar, kesalahan tersebut berkisar 80-85 %. Untuk menetapkan perluasan kanker endometrium, maka stadium yang tepat adalah stadium berdasarkan pembedahan.


3.       Pemeriksaan ploiditas DNA
Pemeriksaan ploiditas DNA, reseptor estrogen ataupun pemeriksaan progesteron reseptor sampai saat ini bukan merupakan bagian dari diagnosis karena belum memberi peranan yang penting dalam menentukan pengobatan.

Pengobatan
Yang utama lewat operasi; sederhana, besar, khusus. Seperti halnya operasi lainnya, biaya yang dikeluarkan tidak murah. Kerumitan operasi tergantung kepada tingkat stadium kanker tersebut. Selanjutnya ada juga dengan radiasi atau penyinaran namun memiliki dampak yang beragam tergantung kepada kondisi dan stamina penderita. Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker yang paling mahal karena memerlukan proses yang berulang untuk menuntaskannya.
Terapi
Dua pendekatan terapi kanker endometrium, yaitu pembedahan dan radioterapi ataupun kombinasi, pemilihan jenis terapi dipengaruhi oleh stadium, jenis histologi, dan jenis differensiasi. Pembedahan stadium 1 yaitu histerektomi total dan salpingo-ooveroktomi bilateral dan limfadenektomi pelvis dan para-aorta. Pembedahan dengan laparotomi ataupun dilakukan dengan laparoskopi. Pembedahan laparoskopi mempunyai keuntungan perdarahan yang lebih sedikit, komplikasi intra-post operatif yang lebih rendah serta masa perawatan yang lebih singkat dibandingkan dengan laparotomi, tetapi mempunyai waktu pembedahan yang lebih lama. Medroxyprogesterone acetate (MPA) digunakan pula sebagai terapi adjuvant, terutama pada kanker endometrium tipe 1. MPA tidak meningkatkan survival, tetapi meningkatkan masa bebas tumor (Deseases free survival).


·         Pengobatan stadium I
F Terapi pembedahan tanpa terapi adjuvant
Penderita kanker endometrium stadium < IB dengan derajat differensiasi baik atau sedang,  tidak perlu diberikan terapi adjuvant. Terapi pembedahan saja tanpa adjuvant karena merupakan kelompok risiko rendah, hanya dimungkinkan bila pengobatan primer adalah pembedahan.

F Radioterapi prabedah
Dua modal utama radioterapi prabedah yaitu radiasi eksterna dan brakhiterapi. Radioterapi prabedah diberikan dengan tujuan untuk menurunkan kejadian kekambuhan dipuncak vagina, dan mencegah metastastis saat atau akibat pembedahan.
Sehingga pemberian radioterapi prabedah sudah mulai ditinggalkan. Terapi sebagai pengetahuan mungkin kiranya perlu dijelaskan tentang terapi radioterapi prabedah pada kanker endometrium karena beberapa pusat pelayanan masih menggunakan metode ini.

·         Pada stadium I (stadium klinik)
Radiasi prabedah pada stadium I adalah brakhiterapi, dengan brakhiterapi tidak akan mempengaruhi histopatologi dari uterus. Setelah diberikan brakhiterapi segera dilanjutkan dengan pembedahan.

·         Pada stadium II (stadium klinik)
Radiasi prabedah yang diberikan adalah radiasi eksterna.

F Pengobatan pembedahan
Pembedahan pada kanker endometrium bertujuan mendiagnosis/ penepatan stadium dan tujuan pengobatan. Berdasarkan spesimen pembedahan akan dapat ditetapkan stadium pembedahan kanker endometrium. Beberapa faktor prognosis kanker endometrium didapatkan dengan pemdedahan antara lain kedalaman invasi, keadaan kelenjar getah bening, sitologi cairan peritoneum. Dengan demikian pembedahan yang tidak lengkap akan menyulitkan penepatan stadium yang tentunya bedampak pada kesulitan pemilihan terapi.
Bila tumor berderajat differensiasi yang buruk (G3), merupakan indikasi untuk terapi adjuvant radiasi.
Tumor stadium IA, IB dengan derahat differensiasi yang baik (G1) dang sedang (G2) umumnya tidak diberikan terapi adjuvant.
·         Pengobatan stadium II
Stadium II berarti terdapat invasi tumor pada serviks, penatalaksanaan kanker endometrium stadium II hampir sama dengan penatalaksanaan yang dilakukan pada kanker serviks, keadaan ini karena metastatisnya tidak berbeda dengan pola metastatis pada kanker serviks uterus. Pembedahan histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvis merupakan salah satu pilihan terapi pembedahan. Pembedahan histerektomi radikal dilakukan pada karsinoma endometrium karena 8-28 % karsinoma endometrium stadium II telah bermetastatis ke parametrium dan 25 % mengalami mestastatis ke kelenjar getah bening pelvis. Pembedahan dapat pula dilakukan dengan melakukan pembedahan kanker endometrium standart, tetapi pasca bedah harus diberikan terapi adjuvant radioterapi. Hasil pembedahan histerektomi radikal lebih baik dibandingkan dengan pembedahan non-radikal. Survival 5 tahun pada yang non-radikal dan yang radikal 79 % dan 94 %, sedangkan untuk survival 10 tahun 74 % dan 94 %.

·         Pengobatan stadium III
Sadium III sebagian masih memungkinkan pembedahan. Walaupun demikian sebagian besar stadium III yang tidak memungkinkan pembedahan maka, terapi radioterapi merupakan pengobatan terpilih. Perluasan ke parametrium yang mencapai panggul seringkali menyulitkan pembedahan, pada keadaan demikian terapi radioterapi merupakan terapi pilihan. Pada keadaan tertentu, dengan tumor yang perluasannya masih memungkinkan pembedahan, maka pembedahan dapat dilakukan dan dilanjutkan dengan adjuvant radioterapi.

·         Pengobatan stadium IV
Sebagai terapi terhadap proses primer maka radioterapi merupakan pilihan, pemberian radioterapi pelvis juga bertujuan untuk menghentikan perdarahan. Kemoterapi ataupun pemberian terapi hormonal bila metastastis sudah meluas atau sistemik. Pemberian radioterapi lokal umumnya diberikan pada metastatis ke tulang ataupun metastatis ke serebral.
Pembedahan pada kanker endometrium dapat dilakukan, pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan sitoreduksi, setelah pebedahan dilanjutkan dengan terapi adjuvant radiasi. Radiasi adjuvant yang diberikan dapat berupa radiasi saja, kemoradiasi. Survival 5 tahun kanker endometrium yang mendapat terapi radiasi antara 10-20 %. Pembedahan sitoreduksi yang optimal (residu_< 1 cm), survival 5 tahun pada pembedahan yang optimal dapat mencapai 68-70 %. Median survival sitoreduksi optimal mencapai 48 bulan, sedangkan yang sub-optimal mencapai 25 bulan. Adjuvant kemoradiasi memberi hasil yang lebih baik dibandingkan dengan radiasi saja. Median survival dengan terapi adjuvant radiasi saja 15 bulan, kemoterapi saja 13 bulan sedangkan kemoradiasi (cis-platinum) median survivalnya 54 bulan, hasil ini bermakna.

;;

Senin, 13 Juni 2011

Psikologi Perkembangan Remaja

Diposting oleh Meysha Puteri Sajidien di 17.12 0 komentar
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit melalui pengertian masa remaja (adolescence).
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan   tahun.
Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11   hingga 20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990). Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan   biologis misalnya tinggi badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001).
Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara konkret menjadi abstrak (Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3) perkembangan kepribadian dan sosial.

Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja
Perkembangan fisik
Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak, kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada tubuh ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).

Perkembangan Kognitif 
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga memunculkan suatu ide baru.
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori, menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan   bahwa pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001).
Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir   secara abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.
Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock, 2001).
Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam Papalia & Olds, 2001). Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain” (Papalia dan Olds, 2001). Elkind (dalam Beyth-Marom et al., 1993; dalam Papalia & Olds, 2001) mengungkapkan salah satu bentuk cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fabel.
Personal fabel adalah "suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita sendiri, tetapi [cerita] itu tidaklah benar" . Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat, yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya. Papalia dan Olds (2001) dengan mengutip Elkind menjelaskan “personal fable” sebagai berikut :
“Personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh hukum alam. Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri   [self-destructive] oleh remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Misalnya seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil [karena perilaku seksual yang dilakukannya], atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal dunia di jalan raya [saat mengendarai mobil], atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang [drugs] berpikir bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya”.
Pendapat Elkind bahwa remaja memiliki semacam perasaan invulnerability yaitu keyakinan bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan kutipan yang populer dalam penjelasan berkaitan perilaku berisiko yang dilakukan remaja (Beyth-Marom, dkk., 1993). Umumnya dikemukakan bahwa remaja biasanya dipandang memiliki keyakinan yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.
Beyth-Marom, dkk (1993) kemudian membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun orang dewasa memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku yang berisiko merusak diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya derajat yang sama antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability. Dengan demikian, kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan orang dewasa adalah sama.

Perkembangan kepribadian dan sosial
Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001). Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri. Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).
Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat.   Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk   menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).
Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993; Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi   utama bagi remaja dalam hal persepsi dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).

Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja.
  1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus        lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang duduk di awal-awal masa kuliah.
  2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
  3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan        orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
  4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
  5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab tersebut.

Tugas perkembangan remaja 
Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain   :
  • memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan
  • memperoleh peranan sosial
  • menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
  • memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
  • mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
  • memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
  • mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga
  • membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup
Erikson (1968, dalam Papalia, Olds & Feldman, 2001) mengatakan bahwa tugas utama remaja adalah menghadapi identity versus identity confusion, yang merupakan krisis ke-5 dalam tahap perkembangan psikososial yang diutarakannya. Tugas perkembangan ini bertujuan untuk mencari identitas diri agar nantinya remaja dapat menjadi orang dewasa yang unik dengan sense of self yang koheren dan peran yang bernilai di masyarakat (Papalia, Olds & Feldman, 2001).
Untuk menyelesaikan krisis ini remaja harus berusaha untuk menjelaskan siapa dirinya, apa perannya dalam masyarakat, apakah nantinya ia akan berhasil atau gagal yang pada akhirnya menuntut seorang remaja untuk melakukan penyesuaian mental, dan menentukan peran, sikap, nilai, serta minat yang dimilikinya.


Sumber Pustaka

Aaro, L.E. (1997). Adolescent lifestyle. Dalam A. Baum, S. Newman J. Weinman,   R. West and C. McManus (Eds). Cambridge Handbook of Psychology, Health and Medicine (65-67). Cambridge University Press, Cambridge.
Beyth-Marom, R., Austin, L., Fischhoff, B., Palmgren, C., & Jacobs-Quadrel, M. (1993). Perceived consequences of risky behaviors: Adults and adolescents. Journal   of Developmental Psychology, 29(3), 549-563
Conger, J.J. (1991). Adolescence and youth (4th ed). New York: Harper Collins
Deaux, K.,F.C,and Wrightman,L.S. (1993). Social psychology in the ‘90s (6th ed.). California : Brooks / Cole Publishing Company.
Gunarsa, S.D. (1988). Psikologi remaja. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Gunarsa, S.D. (1990). Dasar dan teori perkembangan anak. Jakarta: BPK Gunung   Mulia.
Hurlock, E. B. (1990). Developmental psychology: a lifespan approach. Boston: McGraw-Hill.
Hurlock, E. B. (1973). Adolescent development. Tokyo: McGraw-Hill Kogakusha.
Monks, F.J., Knoers, A. M. P., Haditono, S. R. (1991) Psikologi perkembangan : Pengantar dalam berbagai bagiannya (cetakan ke-7). Yogya: Gajah Mada University Press.
Papalia, D E., Olds, S. W., & Feldman, Ruth D. (2001). Human development (8th   ed.). Boston: McGraw-Hill

Rabu, 01 Juni 2011

DETEKSI DINI KANKER ENDOMETRIUM

Diposting oleh Meysha Puteri Sajidien di 22.39 0 komentar

A.    Pengertian Kanker Endometrium
Kanker endometrium adalah jaringan atau selaput lender rahim yang tumbuh di luar rahim. Padahal, seharusnya jaringan endometrium melapisi dinding rahim.
Kanker endometrium tumbuh pada ovarium, tuba falopii, dan saluran menuju vagina. Kanker ini bukan merupakan penyakit akibat hubungan seksual. Wanita muda maupun yang sudah tua dapat terkena penyakit ini. Walaupun pada umumnya yang terserang wanita yang sudah tua.
Tumbuhnya jaringan endometrium di luar rahim kemungkinan disebabkan oleh darah menstruasi masuk kembali ke tuba falopii dengan membawa jaringan dari lapisan dinding rahim sehingga jaringan tersebut menetap dan tumbuh di luar rahim. Kemungkinan lain adalah jaringan endometrium terbawa ke luar rahim melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening.
Kanker endometrium dalam perjalanan etiologinya didahului oleh proses prakanker yaitu hiperplasia endometrium. Hiperplasia endometrium yang atipik merupakan lesi prakanker dari kanker endometrium, sedangkan hiperplasia yang nonatipik saat ini dianggap bukan merupakan lesi prakanker kanker endometrium. Etiologi kanker endometrium masih belum jelas. Salah satu faktor adalah hormon estrogen. Kanker endometrium yang berhubungan dengan hormonal atau yang disebut “hormonal dependent” adalah kanker endometrium jenis endometrioid. Sedangkan kanker endometrium yang tidak dipengaruhi oleh faktor hormonal dikelompokan sebagai kanker endometrium yang non-endometrioid. Kanker endometrium yang non-endometrioid umumnya bersifat lebih ganas dibandingkan dengan yang jenis endometrioid. Hiperplasia endometrium yang atipik merupakan lesi prakanker endometrium jenis endometrioid (tipe 1).

B.     Epidemiologi
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti penyebab kanker endometrium, tetapi beberapa penelitian menunjukkan bahwa rangsangan estrogen yang berlebihan dan terus menerus bisa menyebabkan kanker endometrium. Secara epidemiologi didapatkan beberapa faktor yang merupakan resiko terjadinya kanker endometrium. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a.       Obesitas atau kegemukan.
Memiliki resiko terkena kanker endometrium 2 – 20 kali dibanding wanita dengan berat badan normal. Obesitas merupakan faktor resiko yang dihubungkan dengan peningkatkan aromatisasi estrogen di jaringan lemak.
b.       Haid pertama (menarche).
Menarche sebelum usia 12 tahun memiliki resiko 1,6 kali lebih tinggi dibanding menarche setelah 12 tahun.
c.       Tidak pernah melahirkan.
Memiliki resiko terkena kanker endometrium lebih tinggi baik sudah menikah atau belum dibanding wanita yang pernah melahirkan. Penelitian menunjukkan bahwa 25% penderita kanker endometrium tidak pernah melahirkan anak (nulipara). Penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa faktor ketidaksuburan(infertilitas) lebih berperan daripada jumlah melahirkan (paritas).
d.      Penggunaan estrogen.
Estrogen sering digunakan sebagai terapi sulih hormon. Peningkatan penggunaan hormon ini diikuti dengan meningkatnya resiko kanker endometrium.
e.       Hiperplasia endometrium.
Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebihan dari jaringan selaput lendir rahim disertai peningkatan vaskularisasi akibat rangsangan estrogen yang berlebihan dan terus menerus. Disebut neoplasia endometrium intraepitel jika hiperplasia endometrium disertai sel-sel atipikal dan meningkatkan resiko menjadi kanker endometrium sebesar 23%.
f.        Diabetes mellitus (DM)
g.       Hipertensi
h.       Faktor lingkungan dan diet
i.         Riwayat keluarga
Ada kemungkinan terkena kanker endometrium, jika terdapat anggota keluarga yang  terkena kanker ini, meskipun prosentasenya sangat kecil.
j.         Tumor memproduksi estrogen
Adanya tumor yang memproduksi estrogen, misalnya tumor sel granulosa, akan meningkatkan angka kejadian kanker endometrium.
Faktor lainnya adalah faktor keluarga, faktor ini terkait dengan HNPCC (lynch II syndroma).
Gejala kanker endometrium
Beberapa gejala kanker endometrium adalah sebagai berikut :
  1. Rasa sakit pada saat menstruasi.
  2. Rasa sakit yang parah dan terus menerus pada perut bagian bawah, rasa sakit ini akan bertambah pada saat berhubungan seks.
  3. Sakit punggung pada bagian bawah.
  4. Sulit buang air besar atau diare.
  5. Keluar darah pada saat buang air kecil dan terasa sakit.
  6. Keputihan bercampur darah dan nanah.
  7. Terjadi pendarahan abnormal pada rahim.
Jika ditemukan gejala pendarahan yang abnormal, pendarahan setelah menopause atau keputihan yang tak kunjung sembuh, segera lakukan pemeriksaan sitologi selaput lendir rahim untuk mendeteksi adanya sel-sel atipik. Pemeriksaan lain yang bias dilakukan adalah USG transvagina untuk melihat ketebalan endometrium. (Sumber. buku Kanker Pada Wanita).

C.    Deteksi Dini Kanker Endometrium
Karena gejala awal berupa perdarahan, maka umumnya penderita lebih awal melakukan pemeriksaan sehingga sebagian besar penyakit ini diketahui pada stadium awal.
Pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendeteksi kanker endometrium adalah:
1.       USG Vaginal
Deteksi kelainan endometrium berupa hiperplasia ataupun kanker endometrium dapat dilakukan dengan pemeriksaan ultrasonografi. Pemeriksaan USG dilakukan untuk melihat ketebalan dinding endometrium. Ketebalan endometrium dianggap normal pada wanita premenopause bila kurang dari 15 mm dan pada post menopause kurang atau sama dengan 5 mm. Dengan menggunakan standar tersebut didapatkan sensitivitas 83,3%, spesivitas 75,8%, positive prediktive value 23,8% dan negative prediktive value 98 %.


  1. Biopsi jaringan endometrium
Diagnosis karsinoma endometrium ditetapkan berdasarkan pemeriksaan histopatologi jaringan endometrium yang di ambil dengan cara biopsi endometrium atau dengan cara dilatasi atau kuretase.
Biopsi endometrium merupakan prosedur diagnostik di poliklinik, prosedur ini relatif mudah dan murah. Tetapi tindakan ini harus disertai dengan kuret endoserviks. Bila hasil biopsi meragukan maka dapat dilakukan kuretase endometrium. Biopsi endometrium dapat dilakukan dengan bantuan alat endoram dan lain-lain. Prosedur klasik untuk mendiagnosi kanker endometrium adalah dengan dilatasi dan kuretase.
Dua tahapan kuretase yang dilakukan, kuretase endoserviks kemudian dilakukan dilatasi yang selanjutnya dilanjutkan dengan kuretase kavum uteri. Tindakan ini disebut sebagai kuretase bertingkat. Prosedur ini dilakukan dengan narkose, sehingga memrlukan biaya yang relativ mahal. Dilatasi dan kuretase mempunyai akurasi 78 % dibandingkan dengan spesimen histeretomi. Bila kanker endometrium telah ditetapkan maka langkah selanjutnya adalah menetapkan stadium klinik. Penetapan stadium klinik hanya untuk persiapan pembedahan. Stadium klinik bukan merupakan stadium pokok pada kanker endometrium karena stadium klimik tidak dapat mengetahui invasi myometrium, tidak dapat mengetahiu metastasis ke kelenjar getah bening, tidak dapat mengetahui metastasis organ intra abdominal ataupun metstasis ke cairan peritomneum. Dengan demikian kesalahan stadium klinik dalam menetapkan derajat penyebaran menjadi besar, kesalahan tersebut berkisar 80-85 %. Untuk menetapkan perluasan kanker endometrium, maka stadium yang tepat adalah stadium berdasarkan pembedahan.


3.       Pemeriksaan ploiditas DNA
Pemeriksaan ploiditas DNA, reseptor estrogen ataupun pemeriksaan progesteron reseptor sampai saat ini bukan merupakan bagian dari diagnosis karena belum memberi peranan yang penting dalam menentukan pengobatan.

Pengobatan
Yang utama lewat operasi; sederhana, besar, khusus. Seperti halnya operasi lainnya, biaya yang dikeluarkan tidak murah. Kerumitan operasi tergantung kepada tingkat stadium kanker tersebut. Selanjutnya ada juga dengan radiasi atau penyinaran namun memiliki dampak yang beragam tergantung kepada kondisi dan stamina penderita. Kemoterapi merupakan cara pengobatan kanker yang paling mahal karena memerlukan proses yang berulang untuk menuntaskannya.
Terapi
Dua pendekatan terapi kanker endometrium, yaitu pembedahan dan radioterapi ataupun kombinasi, pemilihan jenis terapi dipengaruhi oleh stadium, jenis histologi, dan jenis differensiasi. Pembedahan stadium 1 yaitu histerektomi total dan salpingo-ooveroktomi bilateral dan limfadenektomi pelvis dan para-aorta. Pembedahan dengan laparotomi ataupun dilakukan dengan laparoskopi. Pembedahan laparoskopi mempunyai keuntungan perdarahan yang lebih sedikit, komplikasi intra-post operatif yang lebih rendah serta masa perawatan yang lebih singkat dibandingkan dengan laparotomi, tetapi mempunyai waktu pembedahan yang lebih lama. Medroxyprogesterone acetate (MPA) digunakan pula sebagai terapi adjuvant, terutama pada kanker endometrium tipe 1. MPA tidak meningkatkan survival, tetapi meningkatkan masa bebas tumor (Deseases free survival).


·         Pengobatan stadium I
F Terapi pembedahan tanpa terapi adjuvant
Penderita kanker endometrium stadium < IB dengan derajat differensiasi baik atau sedang,  tidak perlu diberikan terapi adjuvant. Terapi pembedahan saja tanpa adjuvant karena merupakan kelompok risiko rendah, hanya dimungkinkan bila pengobatan primer adalah pembedahan.

F Radioterapi prabedah
Dua modal utama radioterapi prabedah yaitu radiasi eksterna dan brakhiterapi. Radioterapi prabedah diberikan dengan tujuan untuk menurunkan kejadian kekambuhan dipuncak vagina, dan mencegah metastastis saat atau akibat pembedahan.
Sehingga pemberian radioterapi prabedah sudah mulai ditinggalkan. Terapi sebagai pengetahuan mungkin kiranya perlu dijelaskan tentang terapi radioterapi prabedah pada kanker endometrium karena beberapa pusat pelayanan masih menggunakan metode ini.

·         Pada stadium I (stadium klinik)
Radiasi prabedah pada stadium I adalah brakhiterapi, dengan brakhiterapi tidak akan mempengaruhi histopatologi dari uterus. Setelah diberikan brakhiterapi segera dilanjutkan dengan pembedahan.

·         Pada stadium II (stadium klinik)
Radiasi prabedah yang diberikan adalah radiasi eksterna.

F Pengobatan pembedahan
Pembedahan pada kanker endometrium bertujuan mendiagnosis/ penepatan stadium dan tujuan pengobatan. Berdasarkan spesimen pembedahan akan dapat ditetapkan stadium pembedahan kanker endometrium. Beberapa faktor prognosis kanker endometrium didapatkan dengan pemdedahan antara lain kedalaman invasi, keadaan kelenjar getah bening, sitologi cairan peritoneum. Dengan demikian pembedahan yang tidak lengkap akan menyulitkan penepatan stadium yang tentunya bedampak pada kesulitan pemilihan terapi.
Bila tumor berderajat differensiasi yang buruk (G3), merupakan indikasi untuk terapi adjuvant radiasi.
Tumor stadium IA, IB dengan derahat differensiasi yang baik (G1) dang sedang (G2) umumnya tidak diberikan terapi adjuvant.
·         Pengobatan stadium II
Stadium II berarti terdapat invasi tumor pada serviks, penatalaksanaan kanker endometrium stadium II hampir sama dengan penatalaksanaan yang dilakukan pada kanker serviks, keadaan ini karena metastatisnya tidak berbeda dengan pola metastatis pada kanker serviks uterus. Pembedahan histerektomi radikal dengan limfadenektomi pelvis merupakan salah satu pilihan terapi pembedahan. Pembedahan histerektomi radikal dilakukan pada karsinoma endometrium karena 8-28 % karsinoma endometrium stadium II telah bermetastatis ke parametrium dan 25 % mengalami mestastatis ke kelenjar getah bening pelvis. Pembedahan dapat pula dilakukan dengan melakukan pembedahan kanker endometrium standart, tetapi pasca bedah harus diberikan terapi adjuvant radioterapi. Hasil pembedahan histerektomi radikal lebih baik dibandingkan dengan pembedahan non-radikal. Survival 5 tahun pada yang non-radikal dan yang radikal 79 % dan 94 %, sedangkan untuk survival 10 tahun 74 % dan 94 %.

·         Pengobatan stadium III
Sadium III sebagian masih memungkinkan pembedahan. Walaupun demikian sebagian besar stadium III yang tidak memungkinkan pembedahan maka, terapi radioterapi merupakan pengobatan terpilih. Perluasan ke parametrium yang mencapai panggul seringkali menyulitkan pembedahan, pada keadaan demikian terapi radioterapi merupakan terapi pilihan. Pada keadaan tertentu, dengan tumor yang perluasannya masih memungkinkan pembedahan, maka pembedahan dapat dilakukan dan dilanjutkan dengan adjuvant radioterapi.

·         Pengobatan stadium IV
Sebagai terapi terhadap proses primer maka radioterapi merupakan pilihan, pemberian radioterapi pelvis juga bertujuan untuk menghentikan perdarahan. Kemoterapi ataupun pemberian terapi hormonal bila metastastis sudah meluas atau sistemik. Pemberian radioterapi lokal umumnya diberikan pada metastatis ke tulang ataupun metastatis ke serebral.
Pembedahan pada kanker endometrium dapat dilakukan, pembedahan yang dilakukan adalah pembedahan sitoreduksi, setelah pebedahan dilanjutkan dengan terapi adjuvant radiasi. Radiasi adjuvant yang diberikan dapat berupa radiasi saja, kemoradiasi. Survival 5 tahun kanker endometrium yang mendapat terapi radiasi antara 10-20 %. Pembedahan sitoreduksi yang optimal (residu_< 1 cm), survival 5 tahun pada pembedahan yang optimal dapat mencapai 68-70 %. Median survival sitoreduksi optimal mencapai 48 bulan, sedangkan yang sub-optimal mencapai 25 bulan. Adjuvant kemoradiasi memberi hasil yang lebih baik dibandingkan dengan radiasi saja. Median survival dengan terapi adjuvant radiasi saja 15 bulan, kemoterapi saja 13 bulan sedangkan kemoradiasi (cis-platinum) median survivalnya 54 bulan, hasil ini bermakna.